CIANJUR SEHAT (15/10) Seorang ibu, sebutlah namanya Tetty, tengah memasuki masa pramenopause (menstruasi mulai tidak teratur di usia tengah baya). Ia agak resah karena merasa keadaan fisiknya mengalami 4L: lesu, lelah, letih, lemah.
Menyadari bahwa kelemahan fisiknya itu berhubungan dengan kondisi pramenopause, ia berpikir untuk menggunakan terapi hormon agar dapat tetap bugar. Maklum ia seorang wanita sibuk, sangat memerlukan kebugaran.
Untuk menentukan pilihan terapi, Ibu Tetty berkonsultasi dengan seorang dokter wanita teman karibnya. Bukan saja karena profesi dokter itu yang membuat Ibu Tetty berkonsultasi, melainkan juga karena ia tahu bahwa rekan dokternya ini telah mengonsumsi estrogen secara teratur di usianya yang telah mencapai 60 tahun.
Yakin bahwa akan mendapat saran jenis obat yang aman, ternyata setelah bicara dengan rekannya ini Ibu Tetty terperangah. Bukannya mendapatkan informasi mengenai jenis-jenis obat yang dapat dipilih, melainkan justru segudang kotbah supaya mengandalkan diri sendiri untuk membangun kekuatan fisik.
“Tubuh kita menyediakan semua yang kita perlukan,” itu salah satu kalimat penting yang diingat oleh Ibu Tetty. Rekan dokter ini mengingatkan bahwa ia terpaksa menggunakan terapi hormon karena di usianya yang ke-50 ia mengalami operasi pengangkatan rahim, sehingga sama sekali tidak memproduksi estrogen.
Bum! Ibu Tetty cukup kaget menerima reaksi temannya seperti itu. Ia merasa seperti tertuduh sebagai orang yang tidak percaya diri. Padahal sejauh ini ia sudah sangat mengandalkan kekuatan internal untuk menjaga kesehatan, sangat jarang menggunakan obat. Bagaimanapun, apa yang diungkapkan oleh rekannya ini mengingatkannya kembali pada prinsip yang selama ini juga dianutnya.
Meski ia berpikir bahwa tidak dalam semua hal harus mengandalkan kekuatan internal, setelah mendapat reaksi temannya seperti itu muncullah tekad Ibu Tetty untuk menggunakan kekuatan pikiran (internal) dalam membangun kekuatan fisiknya dalam menghadapi masa menopause.
Ia merasa dirinya telah terombang-ambing antara prinsip “Men sana in corpore sano” dan prinsip lain yang juga merasukinya, yaitu bahwa segala sesuatu dapat dimulai dari pikiran. Pikiran positif akan menghasilkan tubuh yang sehat, dan sebaliknya pikiran negatif akan menghasilkan penyakit dan kelemahan tubuh.
Tubuh Produk Pikiran
Selama ini kita sudah sangat akrab dengan ungkapan “Men sana in corpore sano” (salam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat). Sebagai semboyan kalimat ini biasanya ini digunakan sebagai pendorong agar kita semua rajin menjaga kesehatan tubuh dengan berolahraga.
Bila rajin berolahraga kita akan sehat, dan dengan itu kita juga memiliki jiwa yang sehat. Atau dapat juga diterapkan untuk mendorong orang menjaga kebugaran tubuh dengan berbagai cara agar dapat memiliki jiwa yang sehat.
Rasanya tidak ada yang salah dengan logika mengenai kesehatan tubuh dan jiwa seperti itu. Namun, bagaimana dengan paradigma lain yang akhir-akhir ini menguat?
Sebuah arus pemikiran yang juga ada dalam masyarakat, yaitu bahwa segala sesuatu diawali dari pikiran! Hal ini diwakili oleh seorang ahli fisika kuantum, pendidik, dan ahli kebijakan publik terkenal, John Hagelin. Dalam buku dan film CD berjudul The Secret (Rhonda Byrne) yang belum lama ini beredar di Indonesia, ia menyatakan, “Tubuh kita adalah produk dari pikiran kita.”
Teman Ibu Tetty yang diceritakan di atas rupanya juga merupakan salah seorang yang memegang prinsip yang sama seperti John Hagelin. Dalam dunia kedokteran, tampaknya hal itu juga bukan hal yang baru.
Kita tahu bahwa ada saatnya seorang dokter menggunakan plasebo. Plasebo adalah tablet yang tidak memiliki dampak apa-apa terhadap tubuh, biasanya diberikan kepada pasien yang sebenarnya lebih memerlukan dorongan psikis.
Contohnya, untuk pasien yang memiliki ketergantungan pada obat tertentu yang berisiko (efek samping), dokter mungkin memberikan plasebo dan mengatakan kepada pasien bahwa tablet tersebut efektif mengatasi keluhannya.
Faktanya plasebo dapat benar-benar efektif, kadang-kadang melebihi obat yang memang dirancang untuk keluhan tersebut. Ini merupakan petunjuk bahwa pikiran dan keyakinan kita merupakan faktor yang sangat penting dalam seni penyembuhan.
Dari sisi lain, kita juga sangat mengerti bahwa dalam kenyataan banyak sekali kejadian penyakit disebabkan stres. Orang yang menderita stres sangat rentan mengalami penyakit, dari yang cukup ringan seperti flu dan sakit kepala hingga penyakit berat seperti diabetes, tekanan darah tinggi, sakit jantung, kanker, dan sebagainya.
Stres berawal dari adanya pikiran negatif. Rhonda Byrne, penulis The Secret yang telah menemukan pentingnya faktor pikiran dan mengubah hidupnya menjadi sangat positif, menyatakan sebagai berikut: “Semua stres dimulai dengan satu pikiran negatif. Satu pikiran negatif yang muncul tanpa terawasi, kemudian datang lebih banyak pikiran negatif, sehingga stres terwujud.”
Sebaliknya, dengan pikiran kita juga dapat membalikkan keadaan menjadi lebih positif. Rhonda Byrne menyatakan: “Terlepas dari apa pun yang sudah terwujud, Anda dapat mengubahnya... dengan satu pikiran positif kecil, yang kemudian berkembang biak.”
Perasaan yang Kuat
Bagaimanapun, tidak ada yang salah dengan semboyan Men sana in corpore sano yang berasal dari kata-kata seorang filsuf besar ini. Meskipun segala sesuatu cukup meyakinkan untuk memegang prinsip yang tampaknya berkebalikan, yaitu bahwa segala sesuatu bermula dari pikiran, ternyata kekuatan pikiran pada umumnya memang dihasilkan oleh tubuh yang sehat.
Hazrat Inayat Khan menjelaskan bahwa konsentrasi adalah hal penting bagi kekuatan psikis. Selain itu, diperlukan perasaan yang kuat, kosong dari semua kepahitan, kekhawatiran, kelaraan, ketakutan, dan kecemasan.
Agar dapat mengekspresikan kekuatan psikis, seseorang mesti memiliki kekuatan tubuh. Pernapasan yang teratur dengan irama dan sirkulasi darah yang lancar adalah hal yang sangat penting
Menyadari bahwa kelemahan fisiknya itu berhubungan dengan kondisi pramenopause, ia berpikir untuk menggunakan terapi hormon agar dapat tetap bugar. Maklum ia seorang wanita sibuk, sangat memerlukan kebugaran.
Untuk menentukan pilihan terapi, Ibu Tetty berkonsultasi dengan seorang dokter wanita teman karibnya. Bukan saja karena profesi dokter itu yang membuat Ibu Tetty berkonsultasi, melainkan juga karena ia tahu bahwa rekan dokternya ini telah mengonsumsi estrogen secara teratur di usianya yang telah mencapai 60 tahun.
Yakin bahwa akan mendapat saran jenis obat yang aman, ternyata setelah bicara dengan rekannya ini Ibu Tetty terperangah. Bukannya mendapatkan informasi mengenai jenis-jenis obat yang dapat dipilih, melainkan justru segudang kotbah supaya mengandalkan diri sendiri untuk membangun kekuatan fisik.
“Tubuh kita menyediakan semua yang kita perlukan,” itu salah satu kalimat penting yang diingat oleh Ibu Tetty. Rekan dokter ini mengingatkan bahwa ia terpaksa menggunakan terapi hormon karena di usianya yang ke-50 ia mengalami operasi pengangkatan rahim, sehingga sama sekali tidak memproduksi estrogen.
Bum! Ibu Tetty cukup kaget menerima reaksi temannya seperti itu. Ia merasa seperti tertuduh sebagai orang yang tidak percaya diri. Padahal sejauh ini ia sudah sangat mengandalkan kekuatan internal untuk menjaga kesehatan, sangat jarang menggunakan obat. Bagaimanapun, apa yang diungkapkan oleh rekannya ini mengingatkannya kembali pada prinsip yang selama ini juga dianutnya.
Meski ia berpikir bahwa tidak dalam semua hal harus mengandalkan kekuatan internal, setelah mendapat reaksi temannya seperti itu muncullah tekad Ibu Tetty untuk menggunakan kekuatan pikiran (internal) dalam membangun kekuatan fisiknya dalam menghadapi masa menopause.
Ia merasa dirinya telah terombang-ambing antara prinsip “Men sana in corpore sano” dan prinsip lain yang juga merasukinya, yaitu bahwa segala sesuatu dapat dimulai dari pikiran. Pikiran positif akan menghasilkan tubuh yang sehat, dan sebaliknya pikiran negatif akan menghasilkan penyakit dan kelemahan tubuh.
Tubuh Produk Pikiran
Selama ini kita sudah sangat akrab dengan ungkapan “Men sana in corpore sano” (salam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat). Sebagai semboyan kalimat ini biasanya ini digunakan sebagai pendorong agar kita semua rajin menjaga kesehatan tubuh dengan berolahraga.
Bila rajin berolahraga kita akan sehat, dan dengan itu kita juga memiliki jiwa yang sehat. Atau dapat juga diterapkan untuk mendorong orang menjaga kebugaran tubuh dengan berbagai cara agar dapat memiliki jiwa yang sehat.
Rasanya tidak ada yang salah dengan logika mengenai kesehatan tubuh dan jiwa seperti itu. Namun, bagaimana dengan paradigma lain yang akhir-akhir ini menguat?
Sebuah arus pemikiran yang juga ada dalam masyarakat, yaitu bahwa segala sesuatu diawali dari pikiran! Hal ini diwakili oleh seorang ahli fisika kuantum, pendidik, dan ahli kebijakan publik terkenal, John Hagelin. Dalam buku dan film CD berjudul The Secret (Rhonda Byrne) yang belum lama ini beredar di Indonesia, ia menyatakan, “Tubuh kita adalah produk dari pikiran kita.”
Teman Ibu Tetty yang diceritakan di atas rupanya juga merupakan salah seorang yang memegang prinsip yang sama seperti John Hagelin. Dalam dunia kedokteran, tampaknya hal itu juga bukan hal yang baru.
Kita tahu bahwa ada saatnya seorang dokter menggunakan plasebo. Plasebo adalah tablet yang tidak memiliki dampak apa-apa terhadap tubuh, biasanya diberikan kepada pasien yang sebenarnya lebih memerlukan dorongan psikis.
Contohnya, untuk pasien yang memiliki ketergantungan pada obat tertentu yang berisiko (efek samping), dokter mungkin memberikan plasebo dan mengatakan kepada pasien bahwa tablet tersebut efektif mengatasi keluhannya.
Faktanya plasebo dapat benar-benar efektif, kadang-kadang melebihi obat yang memang dirancang untuk keluhan tersebut. Ini merupakan petunjuk bahwa pikiran dan keyakinan kita merupakan faktor yang sangat penting dalam seni penyembuhan.
Dari sisi lain, kita juga sangat mengerti bahwa dalam kenyataan banyak sekali kejadian penyakit disebabkan stres. Orang yang menderita stres sangat rentan mengalami penyakit, dari yang cukup ringan seperti flu dan sakit kepala hingga penyakit berat seperti diabetes, tekanan darah tinggi, sakit jantung, kanker, dan sebagainya.
Stres berawal dari adanya pikiran negatif. Rhonda Byrne, penulis The Secret yang telah menemukan pentingnya faktor pikiran dan mengubah hidupnya menjadi sangat positif, menyatakan sebagai berikut: “Semua stres dimulai dengan satu pikiran negatif. Satu pikiran negatif yang muncul tanpa terawasi, kemudian datang lebih banyak pikiran negatif, sehingga stres terwujud.”
Sebaliknya, dengan pikiran kita juga dapat membalikkan keadaan menjadi lebih positif. Rhonda Byrne menyatakan: “Terlepas dari apa pun yang sudah terwujud, Anda dapat mengubahnya... dengan satu pikiran positif kecil, yang kemudian berkembang biak.”
Perasaan yang Kuat
Bagaimanapun, tidak ada yang salah dengan semboyan Men sana in corpore sano yang berasal dari kata-kata seorang filsuf besar ini. Meskipun segala sesuatu cukup meyakinkan untuk memegang prinsip yang tampaknya berkebalikan, yaitu bahwa segala sesuatu bermula dari pikiran, ternyata kekuatan pikiran pada umumnya memang dihasilkan oleh tubuh yang sehat.
Hazrat Inayat Khan menjelaskan bahwa konsentrasi adalah hal penting bagi kekuatan psikis. Selain itu, diperlukan perasaan yang kuat, kosong dari semua kepahitan, kekhawatiran, kelaraan, ketakutan, dan kecemasan.
Agar dapat mengekspresikan kekuatan psikis, seseorang mesti memiliki kekuatan tubuh. Pernapasan yang teratur dengan irama dan sirkulasi darah yang lancar adalah hal yang sangat penting
Tidak ada komentar:
Posting Komentar