Perempuan mana yang tak girang memiliki tubuh bak model. Sayangnya, tak semua perempuan beruntung memiliki tubuh ideal. Waspadalah jika Anda terobsesi memiliki tubuh langsing, karena salah-salah hubungan dengan pasangan malah merenggang.
Setelah melahirkan, tubuh Nina meroket tak terkendali, semakin jauh dari ideal. Segala macam diet dilakoninya usai menyusui, agar bobotnya kembali ideal seperti sebelum memiliki anak. Padahal, sang suami tenang-tenang saja dan tak protes dengan tubuh Nina sekarang.
Lain lagi dengan Yeni. Hampir setiap hari ia merasa kesal dengan suaminya yang kerap menyindir ukuran tubuhnya yang memang sulit untuk langsing, karena faktor keturunan keluarganya yang bertubuh subur. Apa yang seharusnya Nina dan Yeni lakukan terhadap suami mereka?
Untuk memecahkan masalah seperti yang dihadapi Nina dan Yeni, Zahrasari Lukita Dewi, Psi, M.Si terlebih dahulu menerangkan mengenai konsep diri atas body image atau imej tubuh yang mempengaruhi perspektif seseorang terhadap bentuk tubuhnya.
"Misalnya pada kasus perempuan setelah melahirkan pada umumnya mendapati tubuhnya melar, tidak seperti saat ia masih gadis. Ini bisa saja mengganggu, baik untuk perempuan yang bersangkutan, suaminya, atau keduanya. Atau justru hal ini sama sekali tidak mengganggu keduanya, itu mungkin saja terjadi."
Menurut psikolog yang kerap dipanggil Aya ini, perempuan terobsesi memiliki tubuh menawan disebabkan bermacam faktor.
"Faktor pertama, bisa berkaitan dengan body image atau konsep diri seseorang. Jadi, seorang perempuan punya konsep cantik jika tubuhnya putih dan langsing. Sehingga ia menganggap, "Saya perempuan, jadi kalau ingin cantik harus langsing."
TUNTUTAN SOSIAL
Nilai-nilai yang diterima sejak kecil juga berpengaruh. Misalnya, berupa nilai-nilai yang dianggap positif jika perempuan yang cantik itu berbadan kurus dan langsing. Hal ini juga bisa mengakibatkan trauma masa kecil. Misalnya, seorang perempuan sering mendapat ejekan dari keluarga, saudara kandung atau teman-temannya karena bertubuh gemuk. Atau trauma seorang perempuan yang diputuskan pacarnya hanya karena ia bertubuh gemuk.
"Trauma-trauma masa kecil ini bisa mendorong perempuan sekuat tenaga berupaya melangsingkan tubuhnya agar ia dinilai positif dan dicintai pasangannya. Setelah ia berhasil menguruskan badannya dan berhasil mendapatkan pasangan atau suami, ia menjadi ketakutan luar biasa ketika tubuhnya kembali melar. Ini tentu menjadi masalah, yang dilatar belakangi konsep diri tadi."
Faktor lainnya, berkaitan dengan budaya atau kultur tertentu. Ada budaya-budaya yang memiliki nilai-nilai yang menganggap semakin langsing perempuan, semakin cantiklah ia.
Tetapi, Aya menambahkan, justru ada budaya-budaya lain yang memiliki nilai kebalikannya. Perempuan bertubuh kurus dianggap menderita, tidak makmur hidupnya, tidak sejahtera, dan tidak subur. Budaya-budaya ini justru sangat menghargai perempuan-perempuan bertubuh subur dan sangat biasa mendapati kenyataan bahwa perempuan setelah melahirkan akan bertubuh gemuk.
"Misalnya di India. Di sana, masyarakatnya tidak menganggap masalah perempuan yang bertubuh besar. Bahkan dengan tubuh besar pun mereka masih tetap bisa menari. Sebaliknya, di Jepang perempuannya bertubuh kurus-kurus dan langsing. Sebab, idealisme perempuan cantik di Jepang adalah yang kurus," terang Aya.
Di samping kedua faktor di atas, ada yang disebut faktor tuntutan lingkungan atau social pressure yang mampu mendorong seorang perempuan terobsesi memiliki tubuh langsing. Sehingga, bukan dari diri si perempuannya keinginan untuk langsing itu muncul, melainkan dituntut oleh lingkungan di mana ia berada, misalnya pekerjaan yang dijalaninya.
Untuk beberapa pekerjaan tertentu, secara eksplisit seorang perempuan dituntut untuk selalu tampil sesuai gambaran ideal pekerjaan, yaitu cantik dan bertubuh langsing. Sebut saja, sekretaris pribadi, pramugari, model, atau pemain sinetron. "Sebagian besar dari mereka rela merogoh sejumlah uang untuk mendapatkan tubuh ideal sesuai tuntutan pekerjaannya, meski pun mereka sudah memiliki anak, bahkan lebih dari satu. "
Aya mengambil contoh acara Mama Mia di salah satu stasiun teve. "Salah satu jurinya pernah berkomentar ke salah satu kontestan yang tubuhnya menggemuk, untuk menurunkan berat badan. Alasannya, untuk menjadi seorang entertainer haruslah cantik dengan tubuh yang langsing. Nah, ini adalah faktor tuntutan sosial."
Setelah melahirkan, tubuh Nina meroket tak terkendali, semakin jauh dari ideal. Segala macam diet dilakoninya usai menyusui, agar bobotnya kembali ideal seperti sebelum memiliki anak. Padahal, sang suami tenang-tenang saja dan tak protes dengan tubuh Nina sekarang.
Lain lagi dengan Yeni. Hampir setiap hari ia merasa kesal dengan suaminya yang kerap menyindir ukuran tubuhnya yang memang sulit untuk langsing, karena faktor keturunan keluarganya yang bertubuh subur. Apa yang seharusnya Nina dan Yeni lakukan terhadap suami mereka?
Untuk memecahkan masalah seperti yang dihadapi Nina dan Yeni, Zahrasari Lukita Dewi, Psi, M.Si terlebih dahulu menerangkan mengenai konsep diri atas body image atau imej tubuh yang mempengaruhi perspektif seseorang terhadap bentuk tubuhnya.
"Misalnya pada kasus perempuan setelah melahirkan pada umumnya mendapati tubuhnya melar, tidak seperti saat ia masih gadis. Ini bisa saja mengganggu, baik untuk perempuan yang bersangkutan, suaminya, atau keduanya. Atau justru hal ini sama sekali tidak mengganggu keduanya, itu mungkin saja terjadi."
Menurut psikolog yang kerap dipanggil Aya ini, perempuan terobsesi memiliki tubuh menawan disebabkan bermacam faktor.
"Faktor pertama, bisa berkaitan dengan body image atau konsep diri seseorang. Jadi, seorang perempuan punya konsep cantik jika tubuhnya putih dan langsing. Sehingga ia menganggap, "Saya perempuan, jadi kalau ingin cantik harus langsing."
TUNTUTAN SOSIAL
Nilai-nilai yang diterima sejak kecil juga berpengaruh. Misalnya, berupa nilai-nilai yang dianggap positif jika perempuan yang cantik itu berbadan kurus dan langsing. Hal ini juga bisa mengakibatkan trauma masa kecil. Misalnya, seorang perempuan sering mendapat ejekan dari keluarga, saudara kandung atau teman-temannya karena bertubuh gemuk. Atau trauma seorang perempuan yang diputuskan pacarnya hanya karena ia bertubuh gemuk.
"Trauma-trauma masa kecil ini bisa mendorong perempuan sekuat tenaga berupaya melangsingkan tubuhnya agar ia dinilai positif dan dicintai pasangannya. Setelah ia berhasil menguruskan badannya dan berhasil mendapatkan pasangan atau suami, ia menjadi ketakutan luar biasa ketika tubuhnya kembali melar. Ini tentu menjadi masalah, yang dilatar belakangi konsep diri tadi."
Faktor lainnya, berkaitan dengan budaya atau kultur tertentu. Ada budaya-budaya yang memiliki nilai-nilai yang menganggap semakin langsing perempuan, semakin cantiklah ia.
Tetapi, Aya menambahkan, justru ada budaya-budaya lain yang memiliki nilai kebalikannya. Perempuan bertubuh kurus dianggap menderita, tidak makmur hidupnya, tidak sejahtera, dan tidak subur. Budaya-budaya ini justru sangat menghargai perempuan-perempuan bertubuh subur dan sangat biasa mendapati kenyataan bahwa perempuan setelah melahirkan akan bertubuh gemuk.
"Misalnya di India. Di sana, masyarakatnya tidak menganggap masalah perempuan yang bertubuh besar. Bahkan dengan tubuh besar pun mereka masih tetap bisa menari. Sebaliknya, di Jepang perempuannya bertubuh kurus-kurus dan langsing. Sebab, idealisme perempuan cantik di Jepang adalah yang kurus," terang Aya.
Di samping kedua faktor di atas, ada yang disebut faktor tuntutan lingkungan atau social pressure yang mampu mendorong seorang perempuan terobsesi memiliki tubuh langsing. Sehingga, bukan dari diri si perempuannya keinginan untuk langsing itu muncul, melainkan dituntut oleh lingkungan di mana ia berada, misalnya pekerjaan yang dijalaninya.
Untuk beberapa pekerjaan tertentu, secara eksplisit seorang perempuan dituntut untuk selalu tampil sesuai gambaran ideal pekerjaan, yaitu cantik dan bertubuh langsing. Sebut saja, sekretaris pribadi, pramugari, model, atau pemain sinetron. "Sebagian besar dari mereka rela merogoh sejumlah uang untuk mendapatkan tubuh ideal sesuai tuntutan pekerjaannya, meski pun mereka sudah memiliki anak, bahkan lebih dari satu. "
Aya mengambil contoh acara Mama Mia di salah satu stasiun teve. "Salah satu jurinya pernah berkomentar ke salah satu kontestan yang tubuhnya menggemuk, untuk menurunkan berat badan. Alasannya, untuk menjadi seorang entertainer haruslah cantik dengan tubuh yang langsing. Nah, ini adalah faktor tuntutan sosial."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar