Di Medan ada satu keluarga yang delapan anaknya jadi hafiz. Berkat gemblengan keras dan disiplin tinggi, anak-anak bahkan sering meraih juara sampai tingkat nasional. Berikut ungkapan bahagia Budi Nuraini (44) saat ditemui di rumahnya di Medan.
Aku, Budi Nuraini dan suamiku Muhammad Adam Sukiman (53) sungguh bangga punya 8 anak yang semuanya hafiz (penghafal Al-Quran sekaligus melagukannya). Mereka adalah Muhammad Ismail Budiman (24), Ahmad Muhazir (23), Nadiya Qomariah (21), Muhammad Taufiq Fadlin (17), Ali Murtado (15), Mustofa Ismail (13), Ilham Habibi (11), dan Muammar (10). Tentu saja aku bangga dengan prestasi mereka.
Barangkali, mereka mewarisi bakat dari suamiku yang berasal dari Kecamatan Teluk Mengkudu, Sumut. Sejak usia 19 tahun, suamiku yang hidupnya susah, sudah merantau, sampai akhirnya tiba di Medan. Ia ikut dari kerabat satu ke kerabat lain. Selama itu, ia sekolah sambil belajar Al-Quran. Belajar dari satu guru ngaji ke guru ngaji lain.
Karena terus belajar, suamiku sampai berkali-kali khatam Al Quran. Memang, sih, dia bukan seorang hafiz. Nah, ketika belajar di kawasan Sungai Deli Medan, guru ngaji suamiku berpesan, "Kalau bisa, anak-anak harus lebih pandai dari suaminya." Rupanya, suamiku ingat terus petuah itu. Ia pun ingin anak-anak berhasil.
Setelah pernikahan kami 26 tahun lalu dikaruniai anak-anak, suamiku selalu mendampingi mereka belajar Al-Quran. Di tengah hidup kami yang sederhana (maklum suamiku hanya berjualan buah dan manisan), aku dan suamiku tak pernah melupakan pendidikan agama untuk anak-anak.
Sejak anak pertama, Ismail, kelas 6 SD kami sudah mencarikan dia guru ngaji. Ketika kami dengar ada guru ngaji yang bagus di suatu tempat, kami mengantarnya ke sana. Gurunya tak hanya satu. Lokasi mereka tinggal bisa dari sudut kota ke sudut lain. Mulai dari Tembung hingga Belawan. Kalau kami dengar ada guru yang bagus dan ahli, kami akan mengejarnya.
Namun, semua itu kami lakukan bila ada rezeki. Bila enggak ada uang, Ismail istirahat belajar untuk sementara waktu. Ismail biasa belajar ngaji tiap Sabtu-Minggu, sejak pukul 08.00 - hingga Zuhur. Sesampai di rumah, dia terus memahirkan bacaan Al-Quran. Pagi, siang, dan malam pokoknya tiada hari tanpa baca Al Quran. Pelan-pelan bisa hafal luar kepala hingga 30 juz. Kemahiran Ismail menghafal Al Quran, selanjutnya diikuti adik-adiknya.
ANDALKAN AYAT
Untuk mendidik anak-anak jadi seorang hafiz yang andal memang tidak semudah membalikkan tangan. Sehari-hari, mereka memang masih kami perbolehkan nonton teve. Namanya juga anak, pasti mereka gemar nonton film kartun. Namun, jika waktunya harus baca Al-Quran, teve tak boleh disetel lagi. Kalau orang lain berprinsip waktu adalah uang, dalam mendidik anak kami berprinsip waktu adalah untuk baca dan hafal Al Quran.
Suamiku memang cukup keras mendidik anak. Sejak anak pertama berusia 7 tahun, dia sudah kami suruh salat dan baca Al Quran. Itu sudah satu paket. Mereka pun sudah paham. Itu sebabnya, saat waktunya belajar Al Quran ada teman yang mengajak main bola, anak-anak tak memedulikan. Kalau sudah selesai belajar, barulah mereka boleh main. Setelah itu, mereka istirahat.
Untuk menjadikan seorang anak patuh pada orang tua, aku dan suami mengandalkan ayat. Jika ayat itu terus-menerus dibaca sehabis salat, otomatis doa itu akan berpengaruh pada orang yang kita doakan. Entah itu suami, istri, dan anak-anak. Dengan doa yang terus kami bacakan, anak-anak bisa nurut dan patuh pada orang tuanya. Anak juga dapat hidayah dari Allah SWT. Itu mungkin salah satu rezeki buat kami.
Aku, Budi Nuraini dan suamiku Muhammad Adam Sukiman (53) sungguh bangga punya 8 anak yang semuanya hafiz (penghafal Al-Quran sekaligus melagukannya). Mereka adalah Muhammad Ismail Budiman (24), Ahmad Muhazir (23), Nadiya Qomariah (21), Muhammad Taufiq Fadlin (17), Ali Murtado (15), Mustofa Ismail (13), Ilham Habibi (11), dan Muammar (10). Tentu saja aku bangga dengan prestasi mereka.
Barangkali, mereka mewarisi bakat dari suamiku yang berasal dari Kecamatan Teluk Mengkudu, Sumut. Sejak usia 19 tahun, suamiku yang hidupnya susah, sudah merantau, sampai akhirnya tiba di Medan. Ia ikut dari kerabat satu ke kerabat lain. Selama itu, ia sekolah sambil belajar Al-Quran. Belajar dari satu guru ngaji ke guru ngaji lain.
Karena terus belajar, suamiku sampai berkali-kali khatam Al Quran. Memang, sih, dia bukan seorang hafiz. Nah, ketika belajar di kawasan Sungai Deli Medan, guru ngaji suamiku berpesan, "Kalau bisa, anak-anak harus lebih pandai dari suaminya." Rupanya, suamiku ingat terus petuah itu. Ia pun ingin anak-anak berhasil.
Setelah pernikahan kami 26 tahun lalu dikaruniai anak-anak, suamiku selalu mendampingi mereka belajar Al-Quran. Di tengah hidup kami yang sederhana (maklum suamiku hanya berjualan buah dan manisan), aku dan suamiku tak pernah melupakan pendidikan agama untuk anak-anak.
Sejak anak pertama, Ismail, kelas 6 SD kami sudah mencarikan dia guru ngaji. Ketika kami dengar ada guru ngaji yang bagus di suatu tempat, kami mengantarnya ke sana. Gurunya tak hanya satu. Lokasi mereka tinggal bisa dari sudut kota ke sudut lain. Mulai dari Tembung hingga Belawan. Kalau kami dengar ada guru yang bagus dan ahli, kami akan mengejarnya.
Namun, semua itu kami lakukan bila ada rezeki. Bila enggak ada uang, Ismail istirahat belajar untuk sementara waktu. Ismail biasa belajar ngaji tiap Sabtu-Minggu, sejak pukul 08.00 - hingga Zuhur. Sesampai di rumah, dia terus memahirkan bacaan Al-Quran. Pagi, siang, dan malam pokoknya tiada hari tanpa baca Al Quran. Pelan-pelan bisa hafal luar kepala hingga 30 juz. Kemahiran Ismail menghafal Al Quran, selanjutnya diikuti adik-adiknya.
ANDALKAN AYAT
Untuk mendidik anak-anak jadi seorang hafiz yang andal memang tidak semudah membalikkan tangan. Sehari-hari, mereka memang masih kami perbolehkan nonton teve. Namanya juga anak, pasti mereka gemar nonton film kartun. Namun, jika waktunya harus baca Al-Quran, teve tak boleh disetel lagi. Kalau orang lain berprinsip waktu adalah uang, dalam mendidik anak kami berprinsip waktu adalah untuk baca dan hafal Al Quran.
Suamiku memang cukup keras mendidik anak. Sejak anak pertama berusia 7 tahun, dia sudah kami suruh salat dan baca Al Quran. Itu sudah satu paket. Mereka pun sudah paham. Itu sebabnya, saat waktunya belajar Al Quran ada teman yang mengajak main bola, anak-anak tak memedulikan. Kalau sudah selesai belajar, barulah mereka boleh main. Setelah itu, mereka istirahat.
Untuk menjadikan seorang anak patuh pada orang tua, aku dan suami mengandalkan ayat. Jika ayat itu terus-menerus dibaca sehabis salat, otomatis doa itu akan berpengaruh pada orang yang kita doakan. Entah itu suami, istri, dan anak-anak. Dengan doa yang terus kami bacakan, anak-anak bisa nurut dan patuh pada orang tuanya. Anak juga dapat hidayah dari Allah SWT. Itu mungkin salah satu rezeki buat kami.
1 komentar:
Ya...Allah berilah kami..kemudahan mendidik anak-anak kami untuk menghafal Alqur'an seperti keluarga bahagia dari medan itu...subhanallah selamat kpa ibu..bapak dari medan..semoga Allah menjadikan kita orang orang yang cinta allah dan rosulnya...amiiiin.
Posting Komentar